Get me outta here!

Minggu, 02 Oktober 2016

Pemeriksaan SGPT/ALT


Ber­ba­gai penyakit dan infeksi dapat menyebabkan kerusakan akut maupun kronis pada hati, menyebabkan per­adangan, luka, sum­batan saluran empedu, kelainan pem­bekuan darah, dan disfungsi hati. Jika besar­nya kerusakan cukup bermakna, maka akan menim­bulkan gejala-gejala seperti jaun­dice, urine gelap, tinja ber­warna keabuan terang, pruritus, mual, kelelahan, diare, dan berat badan yang bisa ber­kurang atau ber­tam­bah secara tiba-tiba. Deteksi dini pen­ting dengan diag­nosis lebih awal guna meminimalisir kerusakan dan menyelamatkan fungsi hati.

Salah satu cara untuk mendeteksi adanya kerusakan hati adalah dengan memeriksa aktivitas enzim Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) atau Alanin Aminotransferase (ALT) dalam serum. SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi dari pada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. Pemeriksaan SGPT adalah indikator yang lebih sensitive terhadap kerusakan hati dibanding  SGOT. Hal ini  dikarenakan enzim GPT sumber utamanya  di hati, sedangkan enzim GOT banyak  terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak (Cahyono 2009).

Enzim ini terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati. Bila terjadi kerusakan hati akan terjadi peningkatan permeabilitas membran sel sehingga komponen-komponen sitoplasma akan keluar dari sel dan apabila membran intraseluler seperti mitokondria rusak maka enzim-enzim yang terdapat di dalamnya akan mengalami peningkatan aktivitas dalam serum. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan aktivitas enzim GPT atau ALT dalam serum dapat diukur dan dijadikan salah satu parameter kerusakan fungsi hati. Enzim Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) atau Alanin Aminotransferase (ALT) hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati sehingga enzim ini lebih sensitif untuk pemeriksaan kerusakan fungsi hati.

SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
- Laki-laki : 0 - 50 U/L
- Perempuan : 0 - 35 U/L

Reagen yang digunakan adalah monoreagen yaitu 2 reagen yang telah dicampur menjadi satu, dimana 20 ml reagen 1 ditambahkan dengan 5 ml reagen 2 (Regaen 1: Reagen 2 = 4: 1). Reagen 1 yang digunakan berisi Tris pH 7,15 140 mmol/liter, L-Alanin 700 mmol/liter, LDH (Laktat Dehidrogenase) 2300 U/liter. Tris pH 7,15 dalam reagen I berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi pemeriksaan ini supaya menjaga kestabilan aktivitas GPT karena enzim sangat sensitif terhadap perubahan pH. L-Alanin berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah menjadi L-glutamat dengan dikatalisis oleh enzim Glutamat Piruvate Transaminase (GPT). LDH (Laktat Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan mengkatalisis reaksi dari produk perubahan L-Alanin yang dikatalis oleh GPT, yaitu piruvat, yang akan diubah menjadi laktat. Reagen II yang digunakan ini berisi 2-oxoglutarat 85 mmol/liter dan NADH 1 mmol/liter. 2-oxoglutarat akan bereaksi dengan L-Alanin membentuk L-glutamat dan piruvat dengan dikatalisis oleh enzim GPT. Enzim GPT ini akan mengkatalisis pemindahan gugus amino pada L-Alanin ke gugus keto dari alfa-ketoglutarat membentuk glutamat dan piruvat. Selanjutnya piruvat direduksi menjadi laktat.

Reaksi tersebut dikatalisis oleh Laktat Dehidrogenase (LDH) yang membutuhkan NADH dan H+. NADH akan mengalami oksidasi menjadi NAD+. Banyaknya NADH yang dioksidasi menjadi NAD+ sebanding dengan banyaknya enzim GPT. Hal itulah yang akan diukur secara fotometri. Tahap pertama dalam melakukan pemeriksaan GPT adalah memipet monoreagen yang telah dibuat sebanyak 1 ml, kemudian sampel serum dipipet sebanyak 100 µl ke dalam tabung serologi menggunakan mikropipet dengan skala yang sudah diatur sebelumnya. Pemipetan menggunakan mikropipet bertujuan supaya diperoleh volume yang lebih akurat karena akurasi mikropipet ini sangat tinggi. Tip yang digunakan pun harus diperhatikan kebersihannya unuk meminimalisir kontaminasi yang mempengaruhi absorbansi sampel. Keduanya zat dicampur dan diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruang. Inkubasi ini dilakukan agar serum dan reagen bereaksi sempurna.

Setelah diinkubasi, campuran tersebut dipindah ke dalam kuvet untuk diukur serapannya dengan spektrofotometer. Pemindahan campuran dilakukan secara hati-hati melalui dinding tabung agar tidak terbentuk gelembung yang akan mempengaruhi pemeriksaan. Pada setiap menitnya diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 340 nm karena pada panjang gelombang tersebut, sampel akan memberikan serapan maksimum. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis karena mempunyai sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaanya mudah sehingga pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang baik.

Kuvet dimasukkan ke dalam Spektrofotometer UV/Vis untuk diukur absorbansinya. Namun sebelumnya dilakukan pengukuran blanko terlebih dahulu. Pembuatan larutan blanko sama dengan pembuatan larutan sampel yang akan diuji, tetapi hanya berisi monoreagen dan aquades yang diperlakukan seperti sampel. Blanko ini berfungsi supaya alat spektrofotometer UV/Vis mengenal matriks selain sampel sebagai pengotor. Kemudian setting blank sehingga ketika pengukuran hanya sampel yang diukur absorbansinya. Setelah itu, kuvet yang berisi sampel dimasukkan ke tempat kuvet dan dilihat absorbansinya pada layar readout. Kuvet dibiarkan di dalam spektro selama menunggu 1 menit, setelah interval waktu 1 menit selama 3 menit absorbansi dibaca. Hal ini dilakukan agar alat spektro tetap stabil membaca absorbansi agar tidak dipengaruhi cahaya lain atau factor lain di luar sampel.

Selama proses pemeriksaan, bagian bening kuvet  tidak boleh disentuh oleh tangan karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian bening kuvet. Jika bagian bening kuvet terkontaminasi oleh tangan, maka akan mempengaruhi nilai absorbansi karena protein-protein yang terdapat pada tangan akan ikut menempel pada permukaan kuvet. Hal ini akan memungkinkan kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh. Pada prinsipnya, suatu molekul yang dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai akan menyerap energy dan energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, sehingga terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, dan jumlah cahaya yang diabsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasinya sesuai hukum lambert-beer.

Dalam pemeriksaan fungsi hati, pada dasar­nya tidak ada tes tung­gal untuk menegakkan diag­nosis. Ter­kadang beberapa kali tes ber­selang diper­lukan untuk menen­tukan penyebab kerusakan hati. Ketika penyakit hati sudah dideteksi, tes fungsi hati biasanya tetap ber­lan­jut secara ber­kala untuk meman­tau ting­kat keber­hasilan terapi atau per­jalanan penyakit. Ada beberapa tes tam­bahan yang mung­kin diperlukan untuk meleng­kapi seperti GGT, LDH dan PT.

Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :

  • Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosishati (toksisitasobatataukimia).
  • Peningkatan 3-10 kali normal : infeksimononuklear, hepatitis kronisaktif, sumbatanempeduekstrahepatik, sindrom Reye, daninfarkmiokard (SGOT>SGPT).
  • Peningkatan 1-3 kali normal :pankreatitis, perlemakanhati, sirosis Laennec, sirosisbiliaris.






DAFTAR PUSTAKA

  • Cahyono JBSB. 2009. Hepatitis A. Yogyakarta :Kanisiusyogyakarta 
  • Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 
  • Wijayakusuma, Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal. Pustaka Bunda. Jakarta.

2 komentar: